Perkara yang diputus oleh majelis hakim Imam Harjadi (ketua), Zaharuddin Utama, dan Salman Luthan, itu memvonis Prita 6 bulan penjara dengan 1 tahun masa percobaan.
Pengacara Prita, Slamet Yuwono, menilai bahwa keputusan ini sebagai ketidakkonsistenan Mahkamah Agung. "MA mengabulkan permohonan perdata Prita, tapi dengan perkara yang sama MA mengabulkan gugatan pidana dari jaksa," kata Slamet.
Keheranan yang sama dinyatakan oleh Prita. "Saya bingung, karena di Pengadilan Negeri terbuka dengan pembuktian dan saksi-saksi, hakim sudah memvonis bebas. Namun pada saat MA menggelar sidang tertutup, saya tak hadir, kuasa hukum tak hadir, masyarakat juga tak tahu prosesnya seperti apa, kok tiba-tiba saya dinyatakan bersalah."
Kabar buruk itu merupakan kado pahit bagi keluarga Prita menjelang ulang tahun anak bungsunya, Muhammad Syarif Fauqon, pekan depan. Kasus itu sendiri terjadi ketika Fauqon masih berada di dalam kandungan Prita.
Tak heran bila Prita dan pengacaranya bingung. Pasalnya, sebelumnya Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan putusan yang berbeda. Pada 29 September 2010, majelis kasasi MA yang dipimpin Harifin A. Tumpa mengabulkan permohonan kasasi gugatan perdata yang diajukan Prita melawan RS Omni. Putusan itu pula yang membebaskan Prita dari tuntutan ganti rugi RS Omni senilai Rp204 juta.
Dukungan mengalir
Namun, tak hanya Prita dan pengacaranya heran dengan putusan MA ini. Berbagai pihak langsung bersuara lantang mempertanyakan putusan tersebut.
Pada acara rapat dengar pendapat dengan Prita, yang digelar Selasa 12 Juli 2011, beberapa anggota Komisi Hukum, HAM, dan Keamanan (Komisi III) Dewan Perwakilan Rakyat ramai-ramai mengecam hakim kasasi kasus ini. "Ini merusak rasa keadilan. Kalau dilihat sebenarnya tak ada pelanggaran apapun," kata Ahmad Yani dari Partai Persatuan Pembangunan.
Selanjutnya, dia mengusulkan kepada komisi III agar hakim-hakim yang menangani kasus ini diperiksa. "Mereka menentang Undang-undang yang ada di masyarakat yaitu rasa keadilan."
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera Nasir Djamil, mengusulkan Komisi III memberi peringatan kepada hakim. Menurut dia, parlemen memang harus menghormati putusan hakim dan menghargai independensi hakim.
"Tapi kami juga punya kewajiban menyampaikan hukum yang hidup di masyarakat. Mahkamah Agung penting untuk berhati-hati menangani perkara macam ini," kata Nasir.
Ia memperingatkan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk. "Jika kita mengeluhkan pelayanan sesuatu, kemudian keluhan itu dipidanakan, ini akan membuat orang tak mau lagi mengritik atau mengeluh," katanya.
Selanjutnya, Komisi III berencana melakukan rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung untuk meminta penjelasan mengenai putusan kasasi perkara Prita ini. “Kami akan meminta salinan putusan dan selanjutnya berkonsultasi dengan MA," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin.
Sementara itu, saat dijumpai pada ujian terbuka program Doktor Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa mengatakan bahwa Prita masih dapat menggunakan upaya hukum yang bisa membatalkan putusan kasasi itu. "Prita silahkan lakukan PK (Peninjauan Kembali), nanti kami tinjau lagi," kata Harifin.
Menurut dia, hukuman percobaan yang divoniskan kepada Prita tidak serta-merta akan langsung membawanya kembali ke bui. "Tidak harus ditahan."
Hal ini senada dengan keterangan dari salah satu anggota Majelis Kasasi, Salman Luthan. Menurut Salman, Prita baru terancam penahanan selama enam bulan, bila dalam satu tahun percobaan melakukan perbuatan yang sama.
Namun, kasus Prita ini membuat bekas Ketua MA Bagir Manan angkat bicara. Bagir meminta agar jaksa dan hakim berhati-hati memutus perkara yang terkait dengan hak berkomunikasi. Menurut Bagir, apa yang dilakukan oleh Prita masih merupakan bagian dari hak berkomunikasi dan hak asasi yang dimiliki oleh Prita.
Apalagi, menurut pendapat pribadi Bagir, yang disebut sebagai pencemaran nama baik adalah pencemaran yang terjadi pada individu. Hal itu, kata Bagir, tak berlaku pada lembaga atau badan seperti RS Omni.
Dan dukungan tak hanya berdatangan dari DPR dan Mantan Ketua MA. Simpati kepada Prita terus mengalir dari banyak pihak, termasuk dari organisasi masyarakat. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, berjanji memobilisasi seluruh organisasi di bawah naungan Muhammadiyah untuk membantu Prita secara moril.
"Saya pribadi terusik rasa keadilan dengan adanya putusan MA ini. Menurut saya ini memperlihatkan adanya diskriminasi, adanya keberpihakan kepada kepentingan bisnis," ujar Din.
Dukungan juga mengalir dari jagad maya. Seperti diungkapkan oleh blogger Enda Nasution bahwa para blogger akan terus mendukung dan memperjuangkan kebebasan Prita. "Kami tak akan diam. Kami kembali jalin koordinasi untuk tetap mendukung Prita. Kami akan bergerak lagi dan akan memantau terus kasus ini."
sumber:
http://fokus.vivanews.com/news/read/232841-terancam-kasasi-ma--prita-menuai-dukungan-dpr